Sabtu, 01 Januari 2011

Resensi Gandrung

    Gandrung Banyuwangi berasal dari kata “gandrung”, yang berarti ‘tergila-gila’ atau ‘cinta habis-habisan’ dalam bahasa Jawa. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti ketuk tilu di Jawa Barat, tayubdi Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, lengger di wilayah Banyumas dan joged bumbung  di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan). Yang saya amati dari film ini, tarian Gandrung ini mempunyai 3 tingkatan. Yang pertama ialah Jejer Gandrung yang dimana tahap ini merupakan tahap sipenari menari di depan para penonton dengan diiringi lantunan musik yang berasal dari gamelan, dan tingkat yang kedua adalah pacu gandrung, di tahap inilah menurut saya banyak yang menyalahgunakan arti dari sang penari dan tak sedikit pula yang sudah melawati batasan-batasan norma kesusilaan, karena para penonton disini banyak yang ikut bernari dengan sang enari dan bertindak semaunya, itu jelas mengundag kecaman dan menurut undang-undang juga tidak diperbolehkan karena sudah masuk kedalam tidj pelanggaran, yaitu norma kesusilaan, pornografi, dan tentunya porno aksi. Dan yang terakhir adalah sebarangsubuh, mengapa dikatan sebrangsubuh??”Karena Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).

Dari sini saya mengambil kesimpulan, bahwa Tari Gandrung ini merupakan Tari tradisonal negara kita, jangan sampai dibajak atau terjadi plagiatisme oleh negara-negara lain. Dan untuk itu mari kita jaga kelestarian Kebudayaan kita dengan menyeimbangkan norma-norma didalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar