Sabtu, 01 Januari 2011

REVITALISASI KOPERASI SIMPAN PINJAM

    Koperasi sebagai wadah pemberdaya ekonomi rakyat, ~ diakui atau tidak ~ sudah semakin redup dan cenderung akan sirna. Padahal para pendiri Republik ini telah memeteraikan koperasi dalam UUD 1945 sebagai bangun usaha yang paling tepat untuk menyelenggarakan perekonomian negara. Kini, cap dan meterai itu sudah lekang. Orde reformasi telah melepaskan meterai koperasi tersebut dari UUD 1945 melalui TAP MPR RI.
    Memang ada yang tidak setuju. Salah satu diantaranya adalah Prof Dr. Mubyarto ~ pejuang Ekonomi Pancasila ~sangat marah dan bahkan mengundurkan diri dari tim pakar ekonomi bentukan Badan Pekerja MPR (Maret-Mei 2001) sebagai konsekuensi dihilangkannya kata koperasi dari proses amandemen penjelasan UUD 1945 tersebut. Apakah ada yang "something wrong" disana sehingga mengakibatkan koperasi tidak bersinar ? Tulisan ini mencoba meneropong persoalan itu.
Bila dituntut dari perspektif sejarah koperasi Indonesia, maka dapat ditarik suatu benang merah bahwa koperasi Indonesia lahir dan bertumbuh dari "proses simpan pinjam". Artinya, koperasi yang ada saat ini diawali dari adanya kegiatan simpan pinjam yang kemudian berkembang dengan memiliki berbagai unit bisnis lain. Dalam perkembangannya, koperasi tanpa ada unit simpan pinjamnya akan terasa hambar. Ini menandakan sudah terbentuk suatu budaya dalam koperasi bahwa unit bisnis simpan pinjam harus tetap melekat pada diri setiap koperasi.
    Dari catatan sejarah tersebut dapat diambil hipotesis bahwa Koperasi Simpan Pinjam ataupun Unit Simpan Pinjam adalah merupakan embryo berkembang-mekarnya suatu koperasi. Ilmu biologi mengajarkan kualitas embryo sangat menentukan kualitas perkembangan anak pada tahap berikutnya. Bila embryo yang sudah ada salah urus selama masa kandungan, maka dapat dipastikan anak tersebut akan kurang berkualitas. Demikian juga koperasi, jika kualitas embryonya sangat rendah, maka pertumbuhan berikutnyapun jangankan sebagai tulang punggung atau soko guru perekonomian nasional, mengurus dirinyapun dia sudah tidak mampu. Istilah di lapangan disebut "ngos-ngosan". Oleh sebab itu, bisnis simpan pinjam yang menjadi embryo untuk berkembang tidaknya suatu koperasi, seyogyanyalah jangan sampai salah urus selama tahap perkembangannya.
Ini perlu ditekankan bagi generasi yang akan datang, sebagai pelajaran bahwa koperasi Indonesia pernah mencatat sejarah yang kelabu. Kita masih sempat menyaksikan lahirnya koperasi-koperasi ibarat jamur bermunculan di musim hujan. Ribuan koperasi yang "dilahirkan" tersebut ternyata tanpa embryo yang berkualitas. Mereka dilahirkan hanya sekedar untuk meraup KUT (Kredit Usaha Tani). Dan saat ini setelah 4 tahun berlalu, kita juga kembali memelototi koperasi yang dilahirkan tadi ternyata telah sirna tanpa bekas. Terkubur tanpa ada yang merasa pengubur.


Peningkatan Koperasi

    Koperasi mempunyai dana operasional dari anggota koperasi masing-masing tersebut. Untuk itu pada awalnya saya akan membentuk organisasi untuk menjaring semua anggota koperasi yang ada. Dari anggota yang ada di seluruh Indonesia, saya akan menugaskan organisasi ini untuk mendata modal setiap koperasi yang ada. Dan organisasi mempunyai alokasi dana untuk membantu koperasi yang membutuhkan dana bantuan untuk modal dalam bentuk pinjaman. Dan juga saya akan mendirikan koperasi pusat di tiap-tiap daerah yang akan membawahi dan menangani sejumlah koperasi yang ada di desa-desa atau daerah yang berdekatan. Jadi akan ada sebuah koperasi pusat dari pemerintah yang akan mengawasi jalannya setiap koperasi yang ada. Koperasi pusat juga akan memberikan pelatihan-pelatihan mengenai usaha koperasi dan memberikan jalur usaha untuk masing-masing koperasi.
    Pihak – pihak tersebut adalah pemerintah, pihak swasta atau dunia usaha, dan warga sendiri sebagai anggota. “Ke depan, peran dunia usaha dan peran pemerintah serta masyarakat harus lebih ditingkatkan untuk menjalin kemitraan dengan koperasi. Dengan demikian, akses kepada peningkatan pendapatan dan taraf hidup ini dapat ditingkatkan seiring perkembangan koperasi .
Ada empat langkah yang harus dikembangkan agar koperasi mampu menjadi penopang ekonomi kerakyatan, yaitu sinergitas, keterampilan, permodalan, dan pemasaran. Pada kasus permodalan, koperasi tidak perlu ada banyak pada suatu tempat, akan lebih baik ada sebuah koperasi yang besar dan sehat untuk menangani daerah yang berdekatan. Jadi jika ada beberapa koperasi yang terletak berdekatan agar melakukan merger, supaya koperasi tersebut menjadi besar dan sehat karena anggotanya yang bertambah karena penggabungan koperasi tersebut. Dan tentunya modal koperasi tersebut pun akan menjadi kuat sejalan dengan anggota yang ada.
Cara meningkatkan koperasi dapat dilakukan beberapa kegiatan seperti:
a. Menyediakan barang-barang atau jasa-jasa yang dibutuhkan oleh anggota yang relatif lebih baik dari para pesaingnya di pasar.
b. Meningkatkan harga pelayanan kepada anggota,
c. Menyediakan barang-barang yang tidak tersedia di pasar bebas wilayah koperasi atau tidak disediakan oleh     pemerintah.
d. Berusaha memberikan deviden per anggota (SHU per anggota) yang meningkat dari waktu ke waktu.
e. Memperbesar alokasi dana dari aktivitas bisnis koperasi dengan non anggota melalui pemberian kredit dengan bunga yang relatif lebih murah dan jangka waktu pemngembalian relatif lama.
f. Menyedihkan berbagai tunjangan (bila mampu) keanggotaan, seperti tunjangan hari raya, tunjangan kesehatan, dan lain-lain
Untuk memperbaiki kinerja pengurus koperasi dibutuhkan beberapa upaya kongkrit. Penegakan disiplin harus dilaksanakan secara maksimal. Hal ini salah satunya ditandai dengan kejelasan akan sanksi dan punishment atas kesalahan yang diperbuat oleh oknum pengurus koperasi. Hendaknya disadari bahwa pengurus koperasi, baik secara bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, berkewajiban menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan dan kelalaiannya, dan apabila dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan. Semua aktivitas pengurus yang telah diberi amanah mengelola koperasi (agent) harus dipertanggungjawabkan di depan para anggota sebagai pihak pemberi amanah (principal). Rapat Anggota Tahunan (RAT) harus dijadikan wahana evaluasi hasil kinerja tahunan para pengurus koperasi sebagai wujud akuntabilitas. Namun, gagasan tersebut mungkin terlalu ideal jika  hubungan pengurus dengan anggota bukan merupakan hubungan agent dengan principal. Meskipun Koperasi berazas kekeluargaan, pertanggungjawaban para pengurus tidak bisa ditempuh secara “kekeluargaan” dengan memberikan toleransi yang tinggi atas penyimpangan yang dilakukan pengurus. Mekanisme reward and punishment terhadap pengurus harus diperbaiki dengan berlandaskan pada anggaran dasar dan kriteria kinerja yang jelas.
Birokrasi yang berbelit-belit seharusnya dipangkas. Prosedur dan tatacara perizinan, pelaporan maupun pertanggungjawaban, baik secara teknis maupun administratif yang terlalu panjang sering justru mematikan kreatifitas usaha sehingga menurunkan kinerja. Bila kreativitas usaha dihambat oleh kepentingan birokrasi, maka besar kemungkinan koperasi tersebut sulit untuk bisa berkembang. Eksistensi sebuah koperasi juga membutuhkan dukungan dan partisipasi aktif seluruh anggota.   Jangan sampai mereka hanya namanya saja yang tercantum sebagai anggota, tetapi tidak pernah berpartisipasi karena rumitnya prosedur baku koperasi. Bureaucracy reengineering semestinya segera dilakukan dalam rangka memicu peningkatan kinerja para pengurus dan atau pegawai koperasi.
Menumbuhkan budaya berdasarkan Misi. Mengubah koperasi yang digerakkan oleh peraturan dan birokrasi menjadi koperasi yang digerakkan oleh misi. Cita-cita mulia dari pendirian sebuah koperasi yaitu membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, harus diterjemahkan secara kongkrit dalam bentuk budaya organisasi. Budaya yang terbentuk sering menyimpang dari misi sebuah koperasi karena sebagian pengurus berusaha hanya meningkatkan kesejahteraan kelompoknya dan bukan kesejahteraan anggota lainnya apalagi masyarakat. Pola pikir (mindset) pengurus seperti ini berorientasi jangka pendek dan secara organisasi merugikan koperasi itu sendiri.
Koperasi berorientasi pada anggota dan masyarakat. Pertanggungjawaban pengurus pada saat RAT mestinya bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan birokrasi tetapi penilaian terhadap seberapa berhasil para pengurus memenuhi kebutuhan dan harapan anggota atau masyarakat selain anggota koperasi. Pada umumnya pengurus koperasi salah dalam mengidentifikasikan variabel apa saja yang harus dipertanggungjawabkan pada saat RAT. Orientasi pengurus adalah bagaimana agar laporan pertanggungjawabannya dapat diterima oleh sebagian besar anggota koperasi meskipun dalam jangka panjang kemungkinan bisa mengurangi daya saing ekternal. Dalam kondisi seperti ini, pengurus akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan pada masyarakat dan bisnis, mereka seringkali tidak care. Selayaknya, pengurus koperasi mengidentifikasikan siapa pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti pengurus tidak bertanggungjawab pada anggota, tetapi sebaliknya, mereka menciptakan sistem pertanggungjawaban ganda (dual accountability): kepada anggota dan kepada masyarakat atau pelanggan lain yang secara langsung maupun tidak langsung membutuhkan jasa koperasi.
Berorientasi pada mekanisme pasar. Koperasi harus mengembangkan prinsip-prinsip perusahaan dan pasar secara maksimal. Penerimaan pegawai harus mengikuti seleksi ketat sesuai kemampuannya masing-masing sehingga bisa  direkrut karyawan yang benar-benar kompeten dan trampil secara professional. Mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan) yang umumnya masih kental diterapkan pada lingkungan koperasi harus segera diganti dengan mekanisme pasar (sistem insentif) yang cukup fleksibel mengikuti dinamika pasar.
Penerapan teknologi maju. Computerized system terbukti mampu meningkatkan kinerja operasional suatu usaha sehingga koperasi tidak bisa menghindar dari kondisi dinamis seperti ini. Pelatihan dan pemberdayaan pengurus serta pegawai harus dilakukan secara terus menerus agar mereka tidak gagap teknologi. Kompetisi harus menjadi sarana untuk memicu inovasi para pengurus untuk eksis dan selalu berkembang.

Resensi Gandrung

    Gandrung Banyuwangi berasal dari kata “gandrung”, yang berarti ‘tergila-gila’ atau ‘cinta habis-habisan’ dalam bahasa Jawa. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti ketuk tilu di Jawa Barat, tayubdi Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, lengger di wilayah Banyumas dan joged bumbung  di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan). Yang saya amati dari film ini, tarian Gandrung ini mempunyai 3 tingkatan. Yang pertama ialah Jejer Gandrung yang dimana tahap ini merupakan tahap sipenari menari di depan para penonton dengan diiringi lantunan musik yang berasal dari gamelan, dan tingkat yang kedua adalah pacu gandrung, di tahap inilah menurut saya banyak yang menyalahgunakan arti dari sang penari dan tak sedikit pula yang sudah melawati batasan-batasan norma kesusilaan, karena para penonton disini banyak yang ikut bernari dengan sang enari dan bertindak semaunya, itu jelas mengundag kecaman dan menurut undang-undang juga tidak diperbolehkan karena sudah masuk kedalam tidj pelanggaran, yaitu norma kesusilaan, pornografi, dan tentunya porno aksi. Dan yang terakhir adalah sebarangsubuh, mengapa dikatan sebrangsubuh??”Karena Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).

Dari sini saya mengambil kesimpulan, bahwa Tari Gandrung ini merupakan Tari tradisonal negara kita, jangan sampai dibajak atau terjadi plagiatisme oleh negara-negara lain. Dan untuk itu mari kita jaga kelestarian Kebudayaan kita dengan menyeimbangkan norma-norma didalamnya.

Restrukturisasi & Privatisasi Industri Telekomunikasi Indonesia

    ANALISIS DATA DAN PEMECAHAN MASALAH :

3.1     Metoda Analisis

Sebagaimana umunya teknis analisis yang digunakan dalam menggali dan mencari pemecahan suatu masalah, terdiri analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Analisis kuantitatif dilakuakan dengan cara atau disarkan oleh penguraian dan perhitungan sebab akibat dari suatu permaslahan yang sedang berlangsung maupun yang akan berlangsung.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakanmodel matematis.

Analisis yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai permasalahan yang sedang dihadapi dalam perusahaan telkomunikasi Indonesia. Yaitu mengenai jasa internet yang kurang dimaksimalkan pada aplikasi bisnis, ini merupakan suatu pemikiran dari penulis yang memiliki solusi seperti ini, sebenarnya solusinya sangatlah simple, seprti kita ketahui sebenarnya zaman ini sudah masuk ke dalam era informatika dimana zaman menutut manusia untuk selalu uptodate dengan perkembangan apapun termasuk teknologi, nah jadi solusinya adalah kita sebagai manusia yang tidak ingin tertinggal oleh perkembangaan zaman, harus bisa menelaah lebih jauh tentang ini semua khususnya di bidang bisnis.

Karena makalah kita ini kita sedang membahas tentang bisnis, banyak apikasi aplikasi bisnis yang tentunya memudahakan kita untuk membuat langakah kita lebih efisien untuk menjalankan kegiatan bisnis, contohnya bisnis warnet tentunya menggunakan billing, yang dimana fungsi billing disini adalah untuk menentukan waktu penggunaan kamputer dan aplikasi argo yang digunakan oleh para taksi dan berbagai macam lainnya, itu semua merupakan bentuk dari perkembangan di dunia teknologi, jadi intinya dalam permasalah ini kita sebagai pelaku bisnis harus bisa menggunakan alat multimedia yang ada dan jasa internet yang sekarang sudah hampir semua orang dapat menikmatinya.

3.1.1. Strategi di Bidang Infrastruktur :

1. Strategi Infrastruktur Frekuensi Radio

Infratruktur radio menjadi menarik karena masih terbatasnya ketersediaan jaringan kabel, mahalnya tarif telepon dan tariff sewa saluran. Internet melalui peralatan radio menjadi  cara paling luwes akan tetapi sangat membutuhkan manajemen dan pengaturan yang baik disamping initial cost-nya yang relatif mahal.

Beberapa strategi utama yang dapat diterapkan dalam kaitannya dengan infrastruktur radio antara lain adalah:

    * Sosialisasi & empowerment agar frekuensi dapat menjadi media yang tidak asing bagi penggunaan komunikasi data berbasis pada konsep pemanfaatan ulang (reuse) maupun pemanfaatan bersama (share) frekuensi tersebut.
    * Manajemen / perijinan alokasi frekuensi ada baiknya di permudah, lebih terbuka lagi, bahkan jika mungkin dokumen alokasi frekuensi menjadi terbuka agar lebih mudah di akses oleh masyarakat sebagai public document yang jika mungkin dapat di akses secara elektronik misalnya melalui Web.

Beberapa program taktis yang tampaknya akan menarik untuk mendukung pengembangan infrastruktur frekuensi ini antara lain adalah:

    * Penggunaan Vertical Blanking Interlace (VBI) pada transmisi TV untuk penyebaran data satu arah pada kecepatan 300Kbps. Dengan adanya penyebaran banyak sekali stasiun relay TV milik semua operator TV ini maka NetTV satu arah ini menjadi menarik untuk penyebaran content yang khusus, misalnya untuk penyebaran web teleducation / pendidikan jarak jauh, pendidikan kesehatan masyarakat maupun untuk peningkatan kualitas para medis di berbagai puskesmas, selain penyebaran berita seperti media online.
    * Program yang paling ampuh barangkali jika regulator infrastruktur telekomunikasi dapat mendorong penetapan alokasi frekuensi sesuai ITU S5 ISM (Instrumentation Scientific Medical) band yang dapat digunakan tanpa ijin. Adapun ISM band tersebut terletak pada frekuensi 2.4GHz, 5.8GHz dan 24GHz.
    * Sebaiknya penggunaan ISM Band di gratiskan untuk dunia pendidikan agar aksesibilitas dunia pendidikan ke dunia informasi menjadi mudah & murah.

1.      Strategi Infrastruktur Kabel

Infrastruktur kabel memiliki kehandalan yang paling baik dalam penyelenggaraan jaringan mulai dari kapasitas bandwidth yang dianggap memadai sampai kapasitas bandwidth yang tidak terbatas. Contoh saluran kabel dengan kapasitas bandwidth yang memadai adalah saluran telepon yang dapat dipergunakan untuk koneksi internet dengan kecepatan maksimal 56 kbps. Kabel serat optik mampu menyalurkan trafik dengan kapasitas bandwidth yang sangat besar.

Saluran kabel relatif aman terhadap interferensi dan gangguan cuaca. Harga kabel sendiri termasuk relatif murah, namun biaya instalasi cukup besar karena harus disertai penggelaran kabel baik dalam tanah, bawah laut ataupun melalui tiang-tiang kabel.

Kami mengidentifikasi ada beberapa strategi umum yang mungkin perlu diperhatikan dalam proses penggelaran kabel ini, seperti:

    * Tidak diperkenankan mem-bundle traffik di infrastruktur kabel dengan servis di atasnya. Unbundling menjadi kunci. Dalam bahasa yang lebih sederhana infrastruktur kabel harus terbuka untuk semua jenis traffik baik suara maupun data.
    * Fungsi Pemerintah Daerah (PEMDA) menjadi penting, karena pengaturan tata ruang & perijinan berbagai jasa di daerah biasanya langsung di tangani oleh PEMDA setempat. Oleh karena itu perlu koordinasi yang cukup ketat dengan pihak PEMDA agar ada standar yang memudahkan ijin penarikan kabel. Mudah-mudahan dengan koordinasi dengan pihak PEMDA kendala di lapangan yang sering kali terjadi / terbentur karena ketidak tahuan aparat PEMDA akan peraturan / standar prosedur yang betul bisa di minimisasi.
    * Menerapkan liberalisasi pembangunan jaringan kabel baik untuk saluran internasional, domestik maupun lokal. Dengan banyaknya operator diharapkan akses menjadi lebih mudah lagi. Konsep kompetitif operator akses lokal mungkin perlu di adopsi.
    * Menerapkan insentif bagi pembangunan perluasan jaringan kabel, misalnya dengan memberikan tax holiday dan peniadaan bea masuk.

Beberapa program yang sifatnya lebih taktis yang akan sangat membantu dalam hal infrastruktur kabel antara lain adalah.

    * Untuk mengkaitan sekitar 20-80 juta orang Indonesia yang berada di pusat-pusat massa sebetulnya hanya membutuhkan 180.000 saluran untuk pusat komunitas. Dari sekian banyak saluran hanya membutuhkan 25.000 saluran untuk menginternetkan dunia pendidikan.
    * Lebih agresif untuk bergabung ke konsorsium penggelaran kabel laut khususnya untuk trafik internasional.
    * Melakukan peering dengan berbagai Internet regional.

2.      Strategi Infrastruktur Aksesibilitas

Aksesibilitas merupakan titik akhir dari suatu jaringan ke terminal dimana pengguna dapat melakukan koneksi ke sumber informasi dan atau pengguna dapat melakukan pengambilan informasi. Oleh karena itu hal perlu dipertimbangkan dalam pengembangan fasilitas ini adalah kemampuan menyerap sebanyak-banyaknya pengguna TI yang menggunakan fasilitas TI sebagai sumber memperoleh informasi.atau untuk melakukan aktifitas lain. Beberapa strategi sederhana yang mungkin akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan aksesibilitas infrastruktur bagi masyarakat antara lain adalah:

    * Menekankan pembangunan aksesibilitas pada pusat-pusat komunitas, seperti komunitas pendidikan, professional dan umum (Warnet / Wartel). Fungsi Pemerintah Daerah (PEMDA) menjadi penting, karena pengaturan tata ruang & perijinan berbagai jasa di daerah biasanya langsung di tangani oleh PEMDA setempat. Oleh karena itu perlu koordinasi yang cukup ketat dengan pihak PEMDA agar ada standar yang memudahkan ijin penyelenggaraan jasa telekomunikasi seperti warung internet (WarNet) maupun Warung Telekomunikasi (Wartel). Mudah-mudahan dengan koordinasi dengan pihak PEMDA kendala di lapangan yang sering kali terjadi / terbentur karena ketidak tahuan aparat PEMDA akan peraturan / standar prosedur yang betul bisa di minimisasi.
    * Memberikan kemudahan dalam pengadaan terminal-terminal untuk akses Internet yang sering juga dikenal sebagai Internet appliance.
    * Mengembangkan konsep pembangunan managemen akses bersama seperti kecamatan net, kelurahan net dan rt/rw net.

3.      Strategi di Bidang Regulasi

Regulator biasanya di pegang oleh pemerintah, untuk menjamin percepatan pergerakan dunia internet / IT maka ada baiknya di adopsi beberapa hal yang sifatnya umum seperti:

    * Ada baiknya pemerintah menerapkan “hands off policy” khususnya dalam aplikasi IT / Internet. Posisi pemerintah lebih sebagai fasilitator dan menekankan posisi pemerintah sebagai pengawas dan pengendali yang adil (arbitrator) daripada sebagai regulator.
    * Regulasi sedapat mungkin lebih di usahakan agar digunakan konsensus antar pemain di lapangan. Konsep ini sebetulnya mengarah kepada independen regulatory body dalam beberapa hal khususnya yang berkaitan dengan kesepakatan antar pemain di lapangan.
    * Menerapkan prinsip pembatasan ijin atau lisensi terhadap hal-hal yang terkait dengan sumber-sumber terbatas. Bagi hal-hal yang tidak dibatasi oleh sumber daya ada baiknya dilepaskan atau mempermudah lisensi-nya. Oleh karena itu kita harus memberikan kemudahan lisensi & liberalisasi bagi servis IP-based.
    * Mengadakan koordinasi yang sangat erat dengan pemerintah daerah khususnya dengan adanya otonomi daerah.

4.      Strategi di Bidang Universal Service Obligation (USO)

Universal Service Obligation (USO) merupakan konsep pola subsidi silang di dunia telekomunikasi agar penyelenggara infrastruktur tidak hanya mengambil ke untungan saja dari infrastruktur yang di selenggarakan tapi juga memiliki tanggung jawab sosial untuk mengembangkan masyarakat yang jauh dari infrastruktur. Beberapa strategi yang mungkin dapat di adopsi dalam penerapan USO dalam dunia telekomunikasi agar pengembangan Internet / IT dapat lebih dipercepat seperti:

    * Membentuk lembaga USO yang transparan, terbuka dengan informasi yang bisa di akses oleh umum.
    * Memanfaatkan dana USO guna mempercepat tercapainya target pembangunan aksesibilitas terhadap teknologi informasi.
    * Memberlakukan prinsip USO untuk semua penyelenggara jaringan dan jasa termasuk juga jasa Voice over IP.

Saluang

Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai. Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lemang, salah satu makanan tradisional Minangkabau.

Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.

Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik napas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan napas).

Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki style tersendiri. Contoh dari style itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Style yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok.

SOSIOLOGI & POLITIK

Pengertian Sosiologi Politik

Terdapat beberapa definisi tentang sosiologi yang dikemukakan oleh berbagai tokoh sosiologi. Benang merahnya adalah bahwa sosiologi pada dasarnya memusatkan perhatiannya pada masyarakat dan individu, karena menurut sosiologi, masyarakat sebagai tempat interaksi tindakan-tindakan individu di mana tindakan tersebut dapat mempengaruhi masyarakat. Sosiologi juga memahami tentang lembaga sosial dan kelompok sosial yang merupakan bagian dari masyarakat sebagai unit analisis sosiologi. Sedangkan Politik berkaitan pelaksanaan kegiatan dan sistem politik untuk tercapainya tujuan bersama yang telah ditetapkan, dalam hal ini adanya penggunaan kekuasaan agar tujuan tersebut dapat terlaksana, dan sosiologi politik dasarnya berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik, yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya.

Pemikiran Teori Klasik pada Sosiologi Politik

Tokoh tersebut antara lain adalah Karl Marx, Max Weber dan Emile Durkheim. Ketiganya dapat dianggap sebagai tokoh yang utama dalam teori klasik.

Persamaan ketiga tokoh tersebut dalam menjelaskan teorinya adalah:

   1. Memberikan analisis secara makro
   2. Penjelasan bersifat komparasi sejarah
   3. Mengemukakan adanya perubahan sosial
   4. Teorinya dapat diterapkan di semua tipe masyarakat

Setiap tokoh mempunyai pendekatan dan konsep yang berbeda dalam memberikan kontribusi dalam sosiologi politik. Marx dengan pendekatan materialisme historis dengan konsep tentang kelas, eksploitasi, alinasi, negara serta ideologi. Pendekatan Weber adalah analisis tipe ideal dan sosiologi intepretatif, dengan konsep rasionalisasi, otoritas, kelompok status serta partai politik. Sedangkan pendekatan Durkheim adalah fungsionalisme sosiologis melalui konsepnya solidaritas sosial, anomie dan kesadaran kolektif. Konsep kekerabatan, agama, ekonomi, stratifikasi dan sistem nilai dan kepercayaan bersama merupakan faktor-faktor sosial budaya yang banyak memberikan pengaruh pada pelaksanaan sistem politik, di mana masing-masing tokoh akan mengemukakan hipotesisnya dalam pelaksanaan kegiatan politik.

Pergerakan Nokia Di Indonesia mencakup dunia

Penjualan ponsel di seluruh dunia di Q3 berjumlah 308.9 juta unit naik 0,1% dari 2008, sementara sebanyak 41 juta smartphone terjual, naik 12,8%, kata Gartner.

Pangsa pasar handset Nokia jatuh hingga 1,5 persentase poin menjadi 36,7%, sedangkan Samsung dan LG berhasil memperkuat cengkeraman di no 2 dan no 3.

Pangsa pasar Motorola turun menjadi 4,5%, hampir setengah dari pencapaian tahun lalu sebesar 8,0%.

Gartner mengatakan kekurangan komponen yang menyebabkan penurunan market Nokia dan memperingatkan ini bisa berlanjut ke kuartal keempat.

Di pasar smartphone, Nokia telah kehilangan besar dari RIM dan Apple selama setahun terakhir.

Pasarnya turun tiga poin ke 39,3% atau menjual 41.7 juta perangkat dibandingkan dengan Q3 2008. RIM berada di tempat kedua, dengan 20,8%, naik 4,9 poin, dan Apple ketiga dengan 17,1% naik 4,2 poin.

OS baru Android memiliki 3,5% pangsa pasar smartphone sudah, kata Gartner.

Karena kompetisi di pasar high-end harga jual rata-rata (ASP) Nokia kuartal-per-kuartal tetap datar di US$ 92 bahkan saat smartphone N97 sudah keluar, kata Gartner

Manusia dan Kebudayaan

    Kebudayaan Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaanIndonesia pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia. lokal yang telah ada sebelum bentuknya nasional Selain itu bila kita mencermati pandangan masyarakat Indoenesia, tentang kebudayaan Indonesia, mereka membagi menjadi dua pandangan kelompok :

1. Kelompok pertama yang mengatakan kebudayaan Nasional Indonesia belum jelas, yang ada baru unsur pendukungnya yaitu kebudayaan etnik dan kebudayaan asing. Kebudayaan Indonesia itu sendiri sedang dalam proses pencarian.

2. Kelompok kedua yang mengatakan mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia sudah ada. pendukung kelompok ketiga ini antara lain adalah Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono mencontohkan, Pancasila, bahasa Indonesia, undang-undang dasar 1945, moderenisasi dan pembangunan (1982:68-72).

Selanjutnya, walau Kebudayaan Indonesia beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.

Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan JawaBetawi. dan

Kebudayaan Arab masuk bersama dengan penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Tiongkok.

SEJARAH KOPERASI DI INDONESIA

Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa, Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Pada Penjelasan konstitusi tersebut juga dikatakan, bahwa sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirk an sebagai Koperasi.Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga sebagai the third way, atau jalan ketiga, istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai jalan tengah antara kapitalisme dan sosialisme.Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Ia mendirikan Koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. R. Aria Wiriatmadja atau Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Pandangan ini agaknya disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga pemerintah kolonial itu mengadopsi kebijakan pembinaan Koperasi.Meski Koperasi tersebut berkembang pesat hingga tahun 1933-an, pemerintah Kolonial Belanda khawatir Koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, namun Koperasi menjamur kembali hingga pada masa pendudukan Jepang dan kemerdekaan. Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan Koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.Bung Hatta meneruskan tradisi pemikiran ekonomi sebelumnya. Ketertarikannya kepada sistem Koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan Koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang Koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Bagi Bung Hatta, Koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Dewasa ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama, adalah Koperasi yang dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua, adalah Koperasi yang dibiarkan berkembang di pasar oleh masyarakat sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik negara merupakan usaha skala besar, maka Koperasi mewadahi usaha-usaha kecil, walaupun jika telah bergabung dalam Koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di negara-negara kapitalis, baik di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga menjadi wadah usaha kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya tiga macam Koperasi. Pertama, adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah Koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah Koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan Koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil.Menurut Bung Hatta, tujuan Koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa Koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari anggotanya, baik anggota Koperasi primer maupun anggota Koperasi sekunder. Contohnya adalah industri tekstil yang dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) dan berbagai Koperasi batik primer.Karena kedudukannya yang cukup kuat dalam konstitusi, maka tidak sebuah pemerintahpun berani meninggalkan kebijakan dan program pembinaan Koperasi. Semua partai politik, dari dulu hingga kini, dari Masyumi hingga PKI, mencantumkan Koperasi sebagai program utama. Hanya saja kantor menteri negara dan departemen Koperasi baru lahir di masa Orde Baru pada akhir dasarwarsa 1970-an. Karena itu, gagasan sekarang untuk menghapuskan departemen Koperasi dan pembinaan usaha kecil dan menengah, bukan hal yang mengejutkan, karena sebelum Orde Baru tidak dikenal kantor menteri negara atau departemen Koperasi. Bahkan, kabinet-kabinet yang dipimpin oleh Bung Hatta sendiri pun tidak ada departemen atau menteri negara yang khusus membina Koperasi.
Pasang-surut Koperasi di IndonesiaKoperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun membutuhkan jawaban njelimet, terlontar dari seorang peserta. ?Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah ?habitat? alamnya di Indonesia?? Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan.Padahal, upaya pemerintah untuk ?memberdayakan? Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis ?pupuk bawang?, pelaku bisnis tak profesional.Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian.Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar. Padahal, persaingan yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian embel-embel. Hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka bisa menjadi pengusaha besar yang tangguh dan profesional. Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal. Memang pertumbuhan Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah 52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan di tahun 2007 ini terdapat -------- Koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah yang demikian besar itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu signifikan. Koperasi masih cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang salah.Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersia